Minggu, 18 Desember 2011











PERKEMBANGAN BELAJAR
MENURUT JEAN PIAGET DAN ELIZABETH HURLOCK











Serdianus Paundanan
Psikologi Pendidikan MKK 42
Nopember 2011








DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
Bab
SATU              PENDAHULUAN
DUA               DEFINISI PERKEMBANGAN, BELAJAR, DAN PERKEMBANGAN BELAJAR

Pengertian Perkembangan
Teori-Teori Perkembangan
Prinsip-Prinsip Perkembangan
Pengertian Belajar
Pengertian Perkembangan Belajar
TIGA              TEORI PERKEMBANGAN BELAJAR ANAK USIA PRA-SEKOLAH MENURUT JEAN PIAGET DAN ELIZABETH HURLOCK
                        Ciri-Ciri Perkembangan Pada Masa Operasional
                        Tahap Pra-Sekolah Menurut Jean Piaget
                              Pemikiran Simbolis atau Semiotik (2-4 tahun)
                              Pemikiran Intuitif (4-7 tahun)
                        Tahap Pra-Sekolah Menurut Elizabeth Hurlock

EMPAT           KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA





                                                                                       


BAB 1
PENDAHULUAN   

            Manusia adalah mahluk berpikir, sehingga disebut homo sapiens. Kepercayaan Kristen mengajarkan bahwa manusia adalah mahluk paling sempurna yang diciptakan oleh Tuhan.[1] Manusia memiliki akal budi/pikiran, perasaan, kehendak, dan kebebasan untuk memilih apa yang akan dilakukannya. Hal fundamental tersebut membedakan manusia dengan mahluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Binatang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pemikiran atau pengambilan keputusan seperti manusia. Hal tersebut sesuai dengan pengertian manusia sebagai mahluk yang berbudi atau memiliki akal budi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (e-book portable), akal budi/akal diartikan sebagai:
1 daya pikir (untuk memahami sesuatu dsb); pikiran; ingatan: makhluk Tuhan yang mempunyai -- ialah manusia; 2 jalan atau cara melakukan sesuatu; daya upaya; ikhtiar: minta -- (kepada); 3 tipu daya; muslihat; kecerdikan; kelicikan: penipu tidak akan kekurangan --; 4 Antr kemampuan melihat cara memahami lingkungan;-- akar berpulas tak patah, pb orang yang sudah pandai tidak mudah kalah dalam perbantahan; -- tak sekali tiba, pb tidak ada suatu usaha yang sekali terus jadi dan sempurna; berubah -- , ki gila; kehilangan -- , ki putus asa; bingung (tidak tahu apa yang harus dikerjakan);[2]

            Berdasarkan pengertian di atas,  maka akal adalah suatu hal yang berfungsi memberikan kemampuan kepada manusia untuk memahami sesuatu. Akal juga membuat manusia memiliki kemampuan untuk memilih jalan atau cara untuk melakukan hal tertentu. Akan tetapi akal juga membuat manusia dapat mengalami putus asa, kebingungan (tidak dapat menentukan dengan pasti apa yang harus dilakukan).
Akal berhubungan erat dengan kemampuan yang dimiliki manusia untuk mengembangkan pengetahuannya. Kemampuan untuk berpikir dapat disebut juga dengan kemampuan manusia secara kognisi. Kata yang paling sering digunakan untuk menyatakan kognisi adalah kognitif. Menurut KBBI, “kog·ni·tif a 1 berhubungan dengan atau melibatkan kognisi; 2 berdasar kepada pengetahuan faktual yang empiris.”[3] Selanjutnya kognisi didefinisikan sebagai:
Kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dsb) atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri; selain itu kognisi juga dapat disebut sebagai proses, pengenalan, dan penafsiran lingkungan oleh seseorang; hasil pemerolehan pengetahuan.[4]

Manusia memiliki kemampuan untuk memperoleh pengetahuan. Dalam proses memperoleh pengetahuan, manusia juga memiliki kemampuan untuk mengenali dan menafsirkan lingkungan. Dapat dinyatakan bahwa kognisi merupakan proses memperoleh pengetahuan.
Proses atau kegiatan manusia untuk memperoleh pengetahuan mengalami perkembangan. Perkembangan pengetahuan (selanjutnya disebut perkembangan kognitif) manusia sangat bergantung kepada proses yang dialami ketika mengalami proses belajar. Perkembangan kognitif dialami oleh setiap orang yang memasuki proses belajar. Perbedaan perkembangan kognitif memang terjadi dalam proses belajar, akan tetapi itu bergantung kepada situasi, kebudayaan, latar belakang sosial (keluarga), bentuk pendidikan yang dialami oleh setiap orang.
Dalam paper ini penulis akan membandingkan teori perkembangan belajar yang dikemukakan oleh Jean Piaget dengan teori Elizabeth Hurlock. Secara khusus penulis akan memfokuskan perbandingan teori tersebut pada proses perkembangan belajar anak pra-sekolah, yaitu anak usia 2-6 tahun.




BAB 2
DEFINISI PERKEMBANGAN BELAJAR

            Perkembangan pada dasarnya merupakan proses pertumbuhan yang mengarah kepada kedewasaan atau level yang lebih tinggi dari sebelumnya. Perubahan yang terjadi dalam proses tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap kepribadian seseorang, secara khusus akan berdampak pada kognisi seseorang.
            Sebelum membahas mengenai definisi perkembangan belajar, perlu dilihat secara khusus mengenai pengertian perkembangan, belajar, dan sekaligus perkembangan belajar.

PENGERTIAN PERKEMBANGAN
Perkembangan merupakan perihal berkembang. Berkembang memiliki arti mengalami perkembangan untuk menjadi semakin sempurna.[5] Werner yang dikutip oleh Monks dkk. dalam buku “Psikologi Perkembangan” menyatakan, “pengertian perkembangan menunjuk pada suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.”[6] Pernyataan Werner memberikan pemahaman bahwa proses yang telah dilewati oleh setiap orang, tidak akan pernah dapat diulangi kembali. Proses yang telah dilewati dalam perkembangan akan terus berlanjut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perkembangan belajar atau perkembangan kognisi yang dialami oleh setiap orang berlangsung seumur hidup.
Perkembangan dapat disejajarkan dengan pertumbuhan fisik yang dialami oleh seseorang. Pertumbuhan fisik membawa dampak terhadap perkembangan manusia secara keseluruhan, baik itu perkembangan psikis maupun perkembangan kognitif. Monks dkk menyatakan,
Pertumbuhan fisik memang mempengaruhi perkembangan psikis, misalnya bertambahnya fungsi otak memungkinkan anak dapat tertawa, berjalan, berbicara dan sebagainya. Mampu untuk berfungsi dalam suatu nivo yang lebih tinggi karena pengaruh pertumbuhan, disebut pemasakan. Misalnya sebelum pendidikan kebersihan dapat dimulai, maka urat daging pembuangan harus selesai pertumbuhannya, harus sudah masak lebih dahulu.[7]

            Kemampuan yang dialami dalam proses perkembangan menurut Monks dkk merupakan sebuah proses pemasakan. Monks dkk juga mengaitkan perkembangan dengan belajar, khususnya mengenai isi proses perkembangan : apa  yang berkembang berkaitan dengan perilaku belajar.[8] Perilaku belajar berkaitan erat dengan perkembangan yang dialami oleh seseorang sepanjang hidup.
            Dengan demikian perkembangan dapat diartikan sebagai proses yang dialami sepanjang kehidupan seseorang. Perkembangan kekal dan tetap tersebut berdasarkan pertumbuhan, pemasakan dan belajar.

Teori-Teori Perkembangan
            Secara etimologis, teori merupakan pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi; teori juga dapat dikategorikan sebagai penyelidikan eksperimental yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi, argumentasi.[9] Monks dkk memiliki tiga bentuk pandangan terhadap teori, mereka menyatakan,
1. Teori menunjuk pada sekelompok hukum yang tersusun secara logis. Hukum-hukum ini biasanya mempunyai sifat hubungan yang deduktif. Suatu hukum menunjukkan suatu hubungan antara variabel-variabel empiris yang bersifat ajeg dan dapat diramal sebelumnya.
2.  Suatu teori juga dapat merupakan suatu rangkuman tertulis mengenai suatu kelompok hukum yang diperoleh secara empiris dalam suatu bidang tertentu. Di sini orang mulai dari data yang diperoleh dan dari data yang diperoleh itu datang suatu konsep yang teoritis.
3. Suatu teori juga dapat meunjuk pada suatu cara menerangkan yang menggeneralisasi. Di sini biasanya terdapat hubungan yang fungsional antara data dan pendapat yang teoritis. [10]

Berdasarkan pandangan di atas maka dapat dikatakan bahwa teori merupakan hasil rangkuman yang didasarkan pada pengamatan yang sifatnya adalah empiris (berdasarkan pada pengalaman). Pengamatan tersebut tentunya menghasilkan data yang berhubungan erat secara fungsional pada pendapat yang teoritis.
Teori memiliki kedudukan yang penting dalam sebuah proses menunjukkan data. Monks dkk menyatakan, “Suatu teori akan memperoleh arti yang penting bila ia lebih banyak dapat melukiskan, menerangkan, dan meramalkan gejala yang ada”[11]. Dalam hal ini teori-teori yang dikemukan tidak akan memiliki arti jika terori tersebut tidak dapat memberikan lukisan atas apa yang menjadi dasar teori tersebut. Data-data yang diperoleh dari hasil penyedilikan harus dapat digambarkan secara menyeluruh dalam teori yang dihasilkan. Dengan kata lain teori harus dapat menggambarkan atau memberikan generalisasi terhadap data yang menjadi sumber teori tersebut.
Ada beberapa bentuk pendekatan teori perkembangan yang ada. Mark yang dikutip oleh Monks dkk menyatakan,
Berdasarkan hubungan teori dengan data yang empiris, maka pendekatan teori tersebut dapat dibedakan antara: (1). Teori yang deduktif: memberikan keterangan yang dimulai dari suatu perkiraan atau pikiran yang spekulatif tertentu ke arah data yang akan diterangkan. (2). Teori yang induktif: cara menerangkan adalah dari data ke arah teori. Dalam bentuk ekstrim titik pandang yang positivitis ini dijumpai pad kaum behaviorist. (3). Teori yang fungsional: interaksi pengaruh antara data dan perkiraan teoritis, yaitu data mempengaruhi pembentukan teori dan pembentukan teori kembali mempengaruhi data.[12]

            Berdasarkan data tersebut di atas secara umum dapat disimpulkan bahwa teori adalah suatu konsepsualisasi yang umum. Konsepsualisasi atau sistem pengertian ini diperoleh melalui jalan yang sistematis.[13] Suatu teori harus mendapatkan pengujian terhadap kebenarannya, jika tidak dapat dibuktikan kebenarannya, maka teori tersebut dinyatakan gagal.
            Boeree dalam buku “General Psychology” menuliskan beberapa teori perkembangan yang dialami oleh manusia dari prenatal hingga masa tua. Teori perkembangan yang dituliskannya antara lain:
  1. Perkembangan Prenatal meliputi pertumbuhan dari embrio menjadi janin dan akhirnya dilahirkan.
  2. Perkembangan Kognitif meliputi pra-operasional, tahap operasi konkret, dan tahap operasi moral.
  3. Perkembangan Moral.[14]
Dalam proses perkembangan semua manusia melewati tahap di atas. Perbedaannya adalah mengenai efektifitas dan kualitas proses perkembangan tersebut mempengaruhi kepribadian seseorang. Setelah melihat teori-teori perkembangan, maka perlu di lihat mengenai prinsip-prinsip dalam perkembangan.


 Prinsip-Prinsip Perkembangan
            Ada beberapa prinsip perkembangan yang perlu diperhatikan dalam mengamati proses perkembangan. Singgih dan Yulia menuliskan beberapa prinsip tersebut dalam buku mereka “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja”, mereka menyatakan:
1.   Perkembangan tidak terbatas dalam arti tumbuh menjadi besar, tetapi mencakup rangkaian perubahan yang bersifat progresif, teratur, koheren dan berkesinambungan. Tahap perkembangan saling berkaitan.
2.   Perkembangan dimulai dari respon-respon yang sifatnya umum menuju ke yang khusus.
3.   Manusia merupakan totalitas (kesatuan), sehingga akan ditemui kaitan erat antara perkembangan aspek fisik-motorik, mental, emosi dan sosial. Perhatian yang berlebihan terhadap satu segi saja akan mempengaruhi segi lain.
4.   Setiap orang akan mengalami tahapan perkembangan yang berlangsung secara berantai. Meskipun tidak ada garis pemisah yan jelas antara satu fase dengan fase yang lainnya, tahapan perkembangan ini sifatnya universal.
5.   Setiap fase perkembangan memiliki ciri dan sifat yang khas, sehingga ada tingkah laku yang  dianggap sebagai tingkah laku buruk atau kurang sesuai dengan yang seharusnya pada fase tertentu itu.
6.   Perkembangan dapat diperkirakan karena pola perkembangan mengikuti pola yang pasti.
7.   Perkembangan terjadi karena faktor kematangan dan belajar. Perkembangan dipengaruhi oleh faktor dalam (bawaan) dan faktor luar (lingkungan, pengalaman, pengasuhan).
8.   Setiap inidividu berbeda, memiliki kekhasan masing-masing.[15]

Melihat beberapa prinsip perkembangan di atas maka dapat dikatakan bahwa perkembangan merupakan proses yang mencakup rangkaian perubahan yang sifatnya progresif, teratur, berhubungan/koheren dan berkesinambungan. Fase yang satu berhubungan dengan fase yang lainnya, tidak terpisah. Dalam proses perkembangan tersebut tidak dapat ditekankan hanya pada satu segi saja karena akan mempengaruhi segi yang lain.
Setiap orang yang pernah dilahirkan akan mengalami tahapan perkembangan yang sifatnya berantai. Sebagai contoh, seorang anak sebelum fasih dalam berbicara akan mengoceh. Setiap fase perkembangan memiliki ciri dan sifat tertentu. Artinya anak yang telah menjadi remaja akan dianggap buruk ketika ia masih bertingkah laku seperti fase anak-anak.
Perkembangan memiliki pola yang pasti, oleh karena itu perkembangan dapat diperkirakan. Proses perkembangan juga sangat dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan, pengalaman dan pola pengasuhan. Bagian terakhir yang tidak boleh dilupakan dalam prinsip perkembangan adalah manusia memiliki kekhasan  masing-masing, sehingga perkembangan berbeda antara yang satu dengan lainnya.  

PENGERTIAN BELAJAR
Secara umum belajar merupakan tindakan yang dilakukan atau dialami oleh seseorang untuk mengetahui sesuatu hal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar adalah:
1 berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu: adik ~ membaca; 2 berlatih: ia sedang ~ mengetik; murid-murid itu sedang ~ karate; 3 berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman;~ jarak jauh Dik cara belajar-mengajar yang menggunakan media televisi, radio, kaset, modul, dan sebagainya, pengajar dan pelajar tidak bertatap muka langsung; ~ tuntas Dik pendidikan (pengajaran) yang dilakukan secara menyeluruh hingga siswa berhasil;[16]

            Belajar merupakan tindakan yang dilakukan dengan usahan untuk memperoleh kepandaian atau ilmu. Hasil dari proses belajar adalah adanya perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman. Dalam proses belajar, ada oknum yang terlibat, yaitu oknum pelajar dan oknum yan menjadi objek pelajaran. Objek atau sumber pelajaran bisa merupakan pengalaman, juga bisa didapatkan dari sebuah sumber. Baik itu seseorang (guru) maupun melalui buku sebagai sumber pengetahuan.
            Dalam bahasa Inggris ada dua kata yang memiliki pengertian yang sama dengan kata belajar yaitu, study dan learn. WordNet Lexicon; IndopreterCD mendefinisikan learn sebagai 
1.      Acquire or gain knowledge or skills,
2.      Get to know or become aware of, usually accidentally;
3.      Commit to memory, learn by heart.
4.      Be a student of a certain subject.
5.      Impart skills or knowledge to;
6.      Find otu, learn, or determine with  certainly, usually by makin an inquiry or other effort.[17]
Learn merupakan tindakan atau proses yang dialami manusia untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan. Melakukan tindakan untuk menjadi tahu atau menjadi semakin memiliki pengetahuan akan sesuatu. Definisi kata study menurut WordNet Lexicon; IndopreterCD adalah:
1.      Consider in detail and subject to analyis in order to discover essential features or meaning.
2.      Be a student; follow a course of study; be enrolled at an institute of learning.
3.      Give careful consideration to
4.      Learn by reading books.
5.      Think intently and at lenght, as for spiritual purposes.[18]

Study  merupakan tindakan mempertimbangkan secara detail dan subjektif terhadap analisis dengan tujuan untuk memperoleh makna atau arti penting. Dalam study diperlukan pemikiran yang lebih intensif (berlangsung secara terus-menerus) sama seperti tujuan spiritual.
Berdasarkan definisi di atas, maka penulis memilih kata study sebagai kata yang sejajar dengan kata “belajar” dalam proses perkembangan belajar. Kata study memberikan pemahaman yang mendalam mengenai tindakan-tindakan yang dialami oleh manusia untuk mendapatkan pengetahuan. Tindakan-tindakan tersebut tidak hanya diperoleh dari satu subjek atau objek tertentu. Belajar dapat dialami dalam proses kehidupan yang dikenal dengan istilah pengalaman. Manusia dapat belajar dari pengalaman, baik itu pengalaman sendiri maupun melalui pengalaman orang lain, lingkungan, dan proses belajar itu sendiri.

PENGERTIAN PERKEMBANGAN BELAJAR
Berdasarkan pengertian perkembangan dan sekaligus pengertian belajar yang telah dibahas dibagian sebelumnya, maka perkembangan belajar didefinisikan sebagai perubahan yang dialami oleh seseorang secara terus-menerus, berkesinambungan dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman untuk menuju kepada tingkatan yang lebih tinggi.




                                                                      BAB 3
TEORI PERKEMBANGAN BELAJAR ANAK USIA PRA-SEKOLAH
MENURUT JEAN PIAGET DAN ELIZABETH HURLOCK

            Usia 2-6 tahun bagi Piaget merupakan usia yang berada dalam tahap pra-operasional.[19] Masa seorang anak belum memiliki cara kerja atau prinsip-prinsip logika yang digunakan dalam memecahkan sebuah persoalan.[20]
            Masa pra-sekolah dipenuhi dengan sikap-sikap yang imajinatif. Erik Erikson menyebut masa ini sebagai masa dalam tahap bermain, masa ketika seorang anak belajar berinisiatif.[21] Berinisiatif artinya seorang anak memiliki tanggapan positif terhadap tantangan dunia luar, bertanggung jawab dan mempelajari kemampuan-kemampuan baru, serta merasa punya tujuan.[22]
            Ada beberapa hal penting yang harus menjadi pusat perhatian dalam mengamati perkembangan belajar atau perkembangan kognitif anak usia pra-sekolah. Salah satunya mengenai ciri-ciri perkembangan yang mereka alami. Setiap masa perkembangan memiliki ciri tersendiri. Ciri-ciri tersebut berkaitan erat dengan ciri perkembangan yang telah dialami di tahap yang sebelumnya. Berikut adalah mengenai ciri-ciri perkembangan anak usia pra-operasional.

CIRI-CIRI PERKEMBANGAN PADA MASA PRA-OPERASIONAL
            Beberapa ciri perkembangan pada masa pra-operasional antara lain:[23]
1.      Perkembangan Motorik; terjadi dengan bertambah matangnya perkembangan otak yang mengatur sistem syarat otot (neuro-muskuler). Memungkinkan anak lebih lincah dan aktif bergerak. Terjadi perubahan dari gerakan kasar menjadi semakin halus dengan adanya keterampilan dan koordinasi dalam setiap gerakan.
2.      Perkembangan Bahasa dan Berpikir; terjadi karena pematangan dari organ-organ bicara dan fungsi berpikir. Hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan. Ada 4 hal dilakukan oleh anak dalam perkembangan ini, yaitu: mengerti pembicaraan orang lain, menyusun dan menambah perbendaharaan kata, menggabungkan kata menjadi kalimat dan pengucapan menjadi semakin baik dan benar. Satu hal yang menjadi ciri khas adalah anak semakin haus untuk mengetahui, sehingga mereka selalu bertanya.
3.      Perkembangan Sosial; dunia pergaulan anak menjadi bertambah luas, tidak hanya dalam lingkungan keluarga. Keterampilan dan penguasaan dalam bidang fisik, motorik, mental, emosi sudah lebih meningkat. Anak semakin terpacu untuk melakukan bermacam-macam kegiatan.
Tiga ciri perkembangan di atas merupakan ciri secara umum yang terjadi dalam tahap pra-sekolah. Dalam tahap ini anak mengalami perkembangan belajar atau perkembangan kognitif.
Penulis akan menggunakan isitilah perkembangan belajar sejajar dengan istilah yang digunakan oleh Jean Piaget, yaitu perkembangan kognitif. Secara umum perkembangan kognitif adalah perkembangan yang melibatkan terjadinya proses pengertian. Gagne dan Neisser memiliki pernyataan yang sama mengenai definisi kognitif, mereka menyatakan,
Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf pada waktu manusia sedang berpikir (Gagne dalam Jamaris, 2006). Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.[24]

            Kognitif adalah proses yang terjadi di dalam diri manusia, secara khusus di pusat susunan saraf ketika manusia melakukan tindakan berpikir. Tindakan berpikir adalah sebuah usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh, menata, mempertimbangkan informasi dan kemudian menggunakannya di dalam kehidupannya.

TAHAP PRA-SEKOLAH MENURUT JEAN PIAGET
            Tahap pra-sekolah atau disebut juga tahap pra-operasi oleh Piaget dibagi dalam 2 bagian, yaitu:
  1. Umur 2 – 4 tahun, dicirikan dengan perkembangan pemikiran simbolis.
  2. Umur 4 – 7 tahun, dicirikan oleh perkembangan penilaian intuitif.[25]
Berdasarkan pandangan Piaget yang membagi tahap pra-operasional menjadi 2 bagian, yaitu 2-4 tahun dan 4-7 tahun, maka berikut ini penulis akan membahas mengenai pandangan Piaget terhadap kedua bagian tersebut.


Pemikiran Simbolis Atau Semiotik (Umur 2-4 Tahun)
            Dalam masa ini seorang anak mulai menggunakan simbol atau tanda untuk merepresentasikan suatu benda yang tidak tampak. Meminjam istilah yang digunakan Boeree, masa kanak-kanak awal adalah masa seorang anak memasuki tahap representasi-representasi mental dan memiliki pertimbangan yang lebih baik dibandingkan dengan usia 0-2 tahun. Secara umum dalam masa ini mereka telah mampu mempergunakan simbol. Boeree menyatakan,
Simbol adalah sesuatu yang merepresentasikan sesuatu yang lain. Sebuah gambar, sebuah kata yang tertulis atau kata yang diucapkan akan dipahami sebagai representasi dari sesuatu yang lain. Contoh utama dari penggunaan ini adalah bahasa, tapi contoh lain adalah permainan kreatif. Misalnya keping plastik merepresentasikan kue, kertas merepresentasikan mangkuk, kotak merepresentasikan meja dan sebagainya. Dengan memanipulasi simbol yang sedemikian rupa, pada dasarnya anak di usia ini sedang berpikir dengan cara yang tidak mampu dilakukan oleh anak-anak yang usianya lebih muda (bayi), yaitu berpikir tentang sesuatu yang tidak hadir nyata di depan mata.[26]
           
            Pendapat Boeree mengenai simbol dikategorikan sebagai tanda oleh Piaget. Menurut Piaget ada dua hal yang dapat digunakan oleh seorang anak untuk melakukan representasi-representasi, yaitu “simbol” dan “tanda”. “Simbol” adalah suatu hal yang lebih menyamai dengan yang disimbolkan, seperti gambaran bayangan. Sedangkan tanda lebih merupakan sembarang benda yang digunakan tanpa ada kesamaan dengan yang ditandakan.[27]
            Beberapa hal yang terjadi pada anak usia 2-4 tahun adalah:[28]
1.      Imitasi tidak langsung; anak mulai dapat menggambarkan suatu hal yang pernah dilihat dan dialami, yang sekarang tidak ada. Dengan kata lain, mereka dapat membuat imitasi/tiruan dari benda. Anak dapat menirukan sesuatu objek atau kejadian yang sekarang tidak ada lagi.
2.      Permainan Simbolis; Sifat permainan ini masih simbolis, yaitu meniru benda yang pernah dilihat. Misalnya ia pernah melihat mobil, maka ia akan bermain balok atau sejenisnya dan menganggap itu adalah mobil serta memberi nama bagian-bagian mainan itu seperti mobil yang sesungguhnya.
3.      Menggambar; Mereka senang melakukan kegiatan ini. Pada umunya gambar sudah mulai realistis akan tetapi masih  tidak proporsional. Masih tidak mengerti perspektif gambar.
4.      Gambaran mental masih statis, tidak sistematis.
5.      Bahasa ucapan mulai dilakukan sebagai representasi benda-benda yang dilihat sebelumnya atau kejadian sebelumnya. Perkembangan bahasa anak pada masa ini  merupakan transisi dari sifat egoisentris ke interkomunikasi.

Pemikiran Intuitif (Umur 4-7 Tahun)
            Piaget menyatakan bahwa pada masa ini pemikiran anak berkembang sangat pesat secara bertahap ke arah konseptualisasi.[29] Akan tetapi sifat pemikiran tersebut masih intuitif, yaitu perpsepsi secara langsung akan dunia luar tanpa dinalar terlebih dahulu. Kelemahannya adalah anak hanya bisa melihat dari satu sisi saja. Ciri-ciri pemikiran anak pada masa ini adalah: egosentris (tidak dapat melihat pandangan orang lain, tidak memahami pandangan orang lain). Nadhirin menyatakan,
Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.[30]

            Perkembangan yang terjadi pada anak dalam masa pemikiran intuitif merupakan masa-masa  emas perkembangan psikis atau mental serta perkembangan kognitif anak. Namun, dalam masa ini anak-anak masih belum dapat menggambarkan dengan baik segala hal yang telah dialaminya. Meskipun ia telah dapat mengingat nama-nama bahkan mempunyai gambaran yang jelas mengenai orang-orang yang pernah ia temui, misalnya mengenai nama teman-temannya.
            Salah satu hal yang menarik pada anak usia 4-7 tahun yang diklasifikasikan sebagai masa pemikiran intuitif adalah mereka mempunyai rasa ingin tahu yang besar, sehingga mereka selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan “mengapa” untuk mengetahui sebab akibat dari sesuatu yang ingin diketahui olehnya. Kesimpulan pada tahap ini adalah: Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, akan tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja. Selanjutnya akan dibahas mengenai pandangan Elizabeth Hurlock terhadap perkembangan belajar anak usia pra-sekolah.

TAHAP PRA-SEKOLAH MENURUT ELIZABETH HURLOCK
            Elizabeth Hurlock membagi dua masa kanak-kanak atau masa pra-sekolah ke dalam dua bagian besar, yaitu masa kanak-kanak awal dan kanak-kanak akhir. Bagian yang dibahas oleh penulis yaitu umur 2-6 tahun merupakan tahap kanak-kanak awal menurut Hurlock.       
Elizabeth B. Hurlock merumuskan tahap perkembangan manusia secara lebih lengkap sebagai berikut:[31]
  1. Masa Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir.
  2. Masa Neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua.
  3. Masa Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.
  4. Masa Kanak- Kanak awal, umur 2 - 6 tahun.
  5. Masa Kanak- Kanak akhir, umur 6 - 10 atau 11 tahun.
  6. Masa Pubertas (pra adolesence), umur 11 - 13 tahun
  7. Masa Remaja Awal, umur 13 - 17 tahun. Masa remaja akhir 17 - 21 tahun.
  8. Masa Dewasa Awal, umur 21 - 40 tahun.
  9. Masa Setengah Baya, umur 40 – 60 tahun.
  10. Masa Tua, umur 60 tahun keatas.
    Menurut Hurlock pada masa 2-10/11 tahun anak masih immature.[32] Anak belum memiliki kedewasaan berpikir, berkata dan bertindak. Tanda-tanda anak pada usia ini adalah :
1.      Mereka berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga anak merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari lingkungan.
2.       Penyesuaian sosial melalui pergaulan dan berbagai pertanyaan.
Pada usia dua sampai empat tahun, karakteristik emosi anak muncul pada ledakan amarahnya atau temper tantrums. Anak yang berusia tiga dan empat tahun menyenangi kejutan-kejutan dan juga peristiwa roman. Mereka memerlukan keamanan dengan mengetahui bahwa ada suatu struktur dalam kehidupan sehari-hari. Anak yang berusia tiga dan empat tahun juga sudah mulai menunjukkan selera humor. Pada usia lima sampai enam tahun anak mulai matang dan mulai menyadari akibat-akibat dari emosinya. Ekspresi emosi anak dapat berubah secara drastis dan cepat, contohnya baru saja anak menangis tetapi setelah beberapa menit kemudian anak bisa gembira lagi karena mendapatkan hiburan dari orang yang mengendalikan emosinya.[33]
Anak-anak yang berusia tujuh dan delapan tahun mulai mencoba kembali untuk memperoleh kendali yang lebih baik lagi dari tanggapan emosional mereka. Mereka mulai menyadari kondisi di dunia dan lebih menaruh perhatian terhadap cerita-cerita baru yang mereka lihat di televisi atau yang mereka dengar dari bahan diskusi orang-orang dewasa.
Menurut Hurlock anak pada usia kanak-kanak awal adalah anak yang sangat haus akan keingintahuan. Segala sesuatu ditanyakan. Pada masa kanak-kanak  akhir, anak sudah mulai berkembang secara emosional, baik dalam pergaulan keluarga maupun dengan lingkungannya.


 


BAB 4
KESIMPULAN

            Mengamati perkembangan anak pada usia pra-sekolah bukan merupakan hal yang mudah. Pada masa pra-sekolah anak telah mengalami banyak perkembangan. Menurut Jean Piaget pada masa itu anak mengalami perkembangan kognitif, sedangkan bagi Hurlock tidak hanya kognitif melainkan juga mengalami perkembangan emosional. Perkembangan emosional yang mempengaruhi pertumbuhan anak dalam pergaulan dengan lingkungannya.
            Jean Piaget memfokuskan pengamatan terhadap perkembangan belajar yang dipengaruhi oleh kognitif, sedangkan Hurlock memfokuskannya pada perkembangan emosional yang mempengaruhi proses perkembangan belajar anak usia pra-sekolah.
            Bagi penulis, kedua pandangan tersebut terjadi dalam kehidupan anak-anak usia pra-sekolah. Pada masa pra-sekolah, anak mengalami perkembangan kognitif yang sekaligus memberikan pengaruh terhadap perkembangan emosional anak tersebut. Kedua perkembangan tersebut mempengaruhi proses pembelajaran yang dialami oleh anak usia pra-sekolah. Perkembangan kognitif dan emosi pada dasarnya memiliki keterkaitan antara satu dengan lainnya.

 

DAFTAR PUSTAKA

George, C. Boeree, General Psychology. Jogjakarta: Primasophie, 2008.
Gunarsa, Singgih D. & Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, cetakan ke-10. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.
Kamus Besar Bahasa Indonesia versi 1.3 [elektronik book].
Monks, F.J., A.M.P. Knoers, Siti Rahayu H., Psikologi Perkembangan; Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, cetakan ke-11.Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004.
Nadhirin “Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget” didapat dari http://nadhirin.blogspot.com/2010/04/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget.html.
Psikologi Perkembangan : “Tahap-tahap perkembangan menurut Hurlock” [web page on-line] tersedia di http://likeendt.blogspot.com/2011/01/psikologi-perkembangan-tahap-tahap.html.
Suparno, Paul, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius, 2001.
TEORI EMOSI ELIZABETH B. HURLOCK Posted on April 28, 2011 by khoirul92 [web page on-line] tersedia di http://syuhada91.wordpress.com/2011/04/28/teori-emosi-elizabeth-b-hurlock/ 19 sep 2011.
“Teori Perkembangan Kognisi Jean Piaget” didapat dari http://valmband.multiply.com/ journal/item/12, diakses 15 september 2011
WordNet Lexicon; IndopreterCD (software dictionary).


[1] Pernyataan penulis adalah menyangkut manusia sebagai mahluk ciptaan dibandingkan dengan mahluk ciptaan Tuhan yang lain, seperti binatang dan hewan. Dalam hal ini penulis tidak melakukan perbandingan antara manusia dengan malaikat.

[2] Offline e-book Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses tanggal 2 Oktober 2011.
                [3] Kamus Besar Bahasa Indonesia versi 1.3 [elektronik book].
[4] Kamus Besar Bahasa Indonesia versi 1.3 [elektronik book].
[5] Kamus Besar Bahasa Indonesia versi 1.3 [versi elektronik].
[6] F.J. Monks, A.M.P. Knoers, Siti Rahayu H., Psikologi Perkembangan; Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, cetakan ke-11  (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004), 1.
[7] F.J. Monks, A.M.P. Knoers, Siti Rahayu H., Psikologi Perkembangan; Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, cetakan ke-11, 4.
[8] Monks, A.M.P. Knoers, Siti Rahayu H., Psikologi Perkembangan; Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, cetakan ke-11, 4.
[9] Kamus Besar Bahasa Indonesia.
[10] F.J. Monks, A.M.P. Knoers, Siti Rahayu H., 6.
[11] F.J. Monks, A.M.P. Knoers, Siti Rahayu H., 5.
[12] F.J. Monks, A.M.P. Knoers, Siti Rahayu H., 6.
[13] F.J. Monks, A.M.P. Knoers, Siti Rahayu H., 6.
[14] Pembahasan lebih jauh mengenai perkembangan dari masa prenatal sampai masa tua lihat C. George Boeree, General Psychology (Jogjakarta: Primasophie, 2008), 335-380.
[15] Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, cetakan ke-10. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 4-6.
[16] Kamus Besar Bahasa Indonesia.
[17] WordNet Lexicon; IndopreterCD (software dictionary).
[18] WordNet Lexicon; IndopreterCD (software dictionary).
[19] Perlu diperhatikan bahwa dalam paper ini penulis tidak membedakan antara istilah pra-sekolah dengan pra-operasional. Dengan kata lain, penulis dapat menggunakan secara acak kedua istilah tersebut tanpa mengurangi maksudnya, yaitu pembahasan anak usia 2-6 tahun.
[20] C. George Boeree, General Psychology, 346. Boeree menyebut usia 2-6 tahun sebagai usia kanak-kanak awal. Usia 6-9 tahun merupakan usia kanak-kanak menengah dan usia kanak-kanak akhir adalah umur 9-12 tahun.
[21] Boeree, General Psychology, 389. Erikson menyebut tahap bermain dengan istilah genital-locomotor stage (tahap kelamin lokomotor).
[22] Boeree, General Psychology, 389.
[23] Ciri perkembangan yang penulis paparkan adalah ciri perkembangan yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa & Dra. Yulia Singgih D. Gunarsa dalam buku Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, 11-13.
[24] “Teori Perkembangan Kognisi Jean Piaget” didapat dari http://valmband.multiply.com/ journal/item/12, diakses 15 september 2011
[25] Lihat Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 49. Ada kalanya Piaget menggolongkan umur 2-7 dalam tahap pra-operasional, akan tetapi ada kalanya ketika ia menggolongkan umur 2-7 tahun sebagai tahap perkembangan pra-operasional.
[26] Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget., 370.
[27] Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, 50.
[28] Untuk keterangan lebih lanjut lihat Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, 50-68.
[29] Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, 60. Lihat juga “Teori Perkembangan Kognisi Jean Piaget”, http://valmband.multiply.com/journal/item/12, diakses 15 September 2011. Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-objek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakannya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll. Selain dari itu, ciri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan.
[30] Nadhirin “Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget” didapat dari http://nadhirin.blogspot.com/2010/04/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget.html,
diakses 15 september 2011
[32] Psikologi Perkembangan : “Tahap-tahap perkembangan menurut Hurlock” [web page on-line] tersedia di http://likeendt.blogspot.com/2011/01/psikologi-perkembangan-tahap-tahap.html diakses 19 september 2011. Pada usia 3 tahun anak mengalami haus nama, segala hal ditanyakan dan diragukan.
[33] TEORI EMOSI ELIZABETH B. HURLOCK Posted on April 28, 2011 by khoirul92 [web page on-line] tersedia di http://syuhada91.wordpress.com/2011/04/28/teori-emosi-elizabeth-b-hurlock/ 19 sep 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar